Masih seputar Nyepi.
Karena hujan, ogoh-ogoh jadi berat. Kelompok adikku ga mampu mengarak ogoh-ogoh ampe pantai. Baru setengah jalan ogoh-ogoh langsung dibuang ke terowongan. Yang kata adikku,"Itu lho terowongan bekas tempat orang PKI dulu membantai warga desa!".
Terowongan itu ga begitu gede. Ada di bawah jalan raya. Sebagai penghubung sungai kecil yang sekarang telah mati. Aliran sungai ini dihubungkan oleh terowongan dari timur jalan raya ke barat. Dari cerita ibukku emang bener dulu di terowongan itu adalah tempat orang - orang PKI membantai warga yang dianggap "harus dimusnahkan". Ceritanya itu tepat ketika kakekku muda, baru punya anak 2, dan ibukku belum lahir. Tahun berapa tuh ya?
Kata ibukku, dulu dikenal dua kelompok utama. Udah kayak pilm perang, ada yang baik, dan ada yang jahat. Kelompok pertama dikenal dengan kelompok merah, yaitu kelompok PKI. Sedangkan yang lainnya adalah kelompok hitam, atau PNI (pro Soekarno). Si kelompok baik itu adalah PNI.
Kakekku sendiri masuk kelompok hitam. Tapi kakek seperti sangut (tokoh dalam pewayangan Bali), yang ketika berada di dekat kelompok merah, maka dia berlagak seperti mendukung kelompok merah. Tapi sebenernya dia pendukung PNI. Hanya karena takut dibunuh aja makanya dia harus berpura-pura, bersandiwara, dan harus pintar bawa diri.
Sempet PKI mendadak menyerang. Kelompok kakekku langsung bersembunyi ke tempat penyimpanan kayu bakar. Sayangnya, dalam kelompok hitam ternyata ada sangut juga. Sangut ini melaporkan tempat persembunyian kelompok hitam ke kelompok merah. Setelah sedikit bersandiwara ke ketua kelompok merah, kakekku dibebaskan dan segera mengajak keluarganya ke bukit yang jauh untuk bersembunyi. Sedangkan ketua kelompok merah dibunuh di tempat.
Nasib keluarga kakekku lebih beruntung. Meski pamanku yang kala itu sakit hampir dibunuh oleh orang yang diajak bersembunyi karena sering batuk, tapi ada keluarga yang lebih sial. Yaitu keluarga yang ditangkap dan dimasukkan ke terowongan. semua dibantai di terowongan. Bahkan ada 1 orang, meski perutnya ditebas, isinya keluar, namun dengan sekuat tenaga dia pergi ke rumahnya.
Di rumahnya, dia berbicara dengan istrinya sambil memegang isi perutnya (mungkin usus dan lain-lain)," Berilah suamimu ini nasi untuk bekalku mati". *dead*
Lelaki ini sengaja dikasi kesempatan ke rumahnya oleh kelompok merah. Melihatnya tak berdaya, hampir mati, tergopoh-gopoh berjalan memegang perut yang setengah isinya udah keluar, tentu suatu pertunjukan yang "menyenangkan" bagi mereka.
Sorry banget, bukannya maksud hoax karena ga ada gambar terowongannya. Berhubung gue ga punya kamera (kamera henpon pun takada). Jadi gue langsung posting aja. Kalo nunggu ampe dapet gambarnya, takut niat nulis kisah ini keburu ilang. Tapi kalo ada yang mau nyumbangin kamera sih gue oke-oke aja.. :))
FYI.
Mari kita bersama-sama berdoa dan nyebut, "amit-amit jabang bayi" untuk postingan Anak Monyet. Makasi buat temen-temen yang udah ngasi komentar buat ngingetin. Pait..pait..pait.. Semoga anak-anak kita jadi anak yang bisa bikin bangga orang tuanya. Dan moga "anak monyet" menjadi "anak dewa" nantinya. :)
Yang kurang berkenan, maaf ya, jangan terlalu diambil ati. (^^)v